Jelang HUT RI ke-80, Menggema Suara dari Maluku Untuk Republik


Delapan puluh tahun sudah Indonesia merdeka. Setiap tahun, bendera Merah Putih berkibar gagah, lagu kebangsaan berkumandang, pidato kenegaraan dibacakan dengan penuh janji dan harapan. Namun, di tengah gegap gempita perayaan, ada satu suara dari timur yang terus terpinggirkan yakni suara dari Maluku. Suara rakyat yang masih hidup jauh dari kata sejahtera, meski tanah dan lautnya menyumbang kekayaan besar bagi republik ini.

Maluku adalah gugusan pulau-pulau yang menjadi bagian sah dari NKRI, namun masih berada di garis belakang pembangunan nasional. Infrastruktur berjalan terseok-seok: jalan rusak, jembatan minim, pelabuhan tak layak, transportasi laut tidak memadai termasuk sarana pendidikan jauh dari standar. Ironisnya, hasil laut dan sumber daya alam Maluku mengalir deras ke pusat, tetapi yang kembali hanyalah sisa yang tak cukup untuk memperbaiki kehidupan rakyatnya.

Di pedesaan, pada pulau-pulau terpencil, masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan. Pelayanan kesehatan terbatas, bahkan untuk sekadar mengakses puskesmas pun harus menempuh perjalanan panjang melawan ombak dan badai. Jaringan telekomunikasi lemah membuat informasi sulit sampai. Seakan kemerdekaan informasi belum benar-benar hadir di Maluku.

Presiden demi presiden pasca reformasi telah berganti. Begitu pula gubernur, bupati, dan walikota di Maluku. Namun nasib rakyat tetap saja sama. Janji-janji yang diucapkan saat kampanye hanya jadi hiasan kata, sementara kekuasaan dilanggengkan bersama kroni-kroni, bukan untuk rakyat.

Rendahnya nilai tawar Maluku di mata pemerintah pusat membuat daerah ini kalah dalam kompetisi pembangunan nasional. Wakil rakyat dari Maluku di Senayan yang seharusnya menjadi suara lantang untuk kepentingan daerah, justru lebih sering diam, mengangguk, dan patuh pada arus politik pusat tanpa keberanian untuk menuntut keadilan bagi konstituennya.

HUT RI ke-80 seharusnya menjadi momentum untuk mengoreksi ketidakadilan ini. Pemerintah pusat harus membuka mata dan telinga: Maluku bukan hanya penonton pembangunan, bukan sekadar halaman belakang Indonesia. Maluku adalah garda terdepan republik di timur, penjaga laut, penghasil rempah, ikan, dan sumber daya alam yang menopang ekonomi negara.

Jika pemerintah terus menutup mata, maka kemerdekaan yang dirayakan setiap tahun hanyalah simbol kosong. Merdeka bukan hanya soal bebas dari penjajah, tetapi juga bebas dari ketertinggalan, kemiskinan, dan ketidakadilan pembangunan.

Dari timur Indonesia, Masyarakat terus bersuara, Bangun Maluku! Karena Indonesia bukan hanya Jakarta, Jawa, atau kota besar lainnya, Indonesia adalah dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Leti. Dan Maluku adalah bagian yang tidak bisa diabaikan.*ct*

Post a Comment

0 Comments