Festival Budaya Pele Meti, Warisan Tradisi Masyarakat Buru yang Bangkit ...


Pemerintah Kabupaten Buru melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menggelar Festival Budaya Pele Meti yang berlangsung meriah di pantai Desa Waelapia, Kecamatan Kayeli. Festival ini menjadi tonggak sejarah sebagai penyelenggaraan pertama di tahun 2025, dengan harapan menjadi agenda tahunan yang memperkuat identitas budaya masyarakat Buru.

Wakil Bupati Buru, Sudarmo, bersama Wakil Ketua DPRD Jaidun Saanun dan rombongan, disambut hangat oleh warga Waelapia saat tiba di lokasi acara. Turut hadir pula Anggota DPRD Kabupaten Buru Erwin Tanaya, Camat Kayeli Fandi Ashari Wael, tokoh adat, tokoh agama, serta masyarakat dari berbagai kalangan yang turut memeriahkan acara.

Dalam sambutannya, Wakil Bupati Sudarmo menegaskan bahwa Pele Meti bukan sekadar tradisi, tetapi merupakan warisan budaya yang sarat makna

“Pele Meti mengajarkan tentang harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Ia juga menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan semangat gotong royong yang telah diwariskan sejak zaman nenek moyang,” ujar Sudarmo.

Ia menambahkan bahwa festival ini merupakan wujud nyata komitmen pemerintah daerah dalam menjaga dan melestarikan kekayaan budaya lokal.

“Kami ingin budaya seperti ini tidak hanya hidup dalam ingatan, tetapi terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi muda,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Buru, Iqbal Aziz, menyampaikan harapannya agar kegiatan ini menjadi inspirasi bagi desa-desa lainnya di Kabupaten Buru.

“Kami ingin kegiatan ini tidak hanya berhenti di Desa Waelapia. Harapannya, ini menjadi agenda tahunan di seluruh desa dan menjadi pemicu tumbuhnya kecintaan terhadap budaya sendiri,” ungkap Iqbal.

Gagasan pelaksanaan Festival Budaya Pele Meti berasal dari tokoh seni dan budaya Kabupaten Buru, Johariah Tan, yang dikenal aktif menghidupkan kembali kearifan lokal.

“Pele Meti adalah bagian dari jati diri masyarakat Buru. Ini bukan hanya tentang menangkap ikan, tapi tentang spiritualitas, kebersamaan, dan keberlanjutan,” jelas Johariah.

Dengan tema “Menjaga Alam, Merajut Kebersamaan”, festival ini dimeriahkan berbagai kegiatan tradisional dan simbolik. Perahu-perahu hias berjejer sebagai lambang kemerdekaan menyambut Hari Kemerdekaan 17 Agustus.

Sebelum prosesi utama, masyarakat menggelar upacara sakral seperti Dendang Djawi, nyanyian permohonan kepada Tuhan agar mendapatkan ikan, serta kumandang adzan, yang menjadi pengingat akan pentingnya spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu momen paling dinanti adalah prosesi Pele Meti, di mana masyarakat secara bersama-sama turun ke laut sambil membawa Kalawai, senjata tradisional berbentuk tombak, untuk menangkap ikan. Api obor yang dibawa turut melambangkan semangat dan cahaya dalam mencari rezeki di laut.

Festival ini bukan hanya menjadi selebrasi budaya, namun juga simbol kekuatan sosial dan spiritual masyarakat Buru. Semangat pelestarian tradisi yang dikemas dalam nuansa kebersamaan ini menunjukkan bahwa budaya lokal tidak hanya untuk dikenang, tetapi untuk terus dihidupkan.*cta*

Post a Comment

0 Comments